Selasa, 10 April 2012

"Gossip" Bolehkah menurut pandangan Islam?



“Gossip” Sebuah kata yang mungkin sudah tidak asing lagi buat kita. Mungkin kata ini pula bisa jadi sudah melekat di badan kita, atau bahkan kitalah pelaku gossip. Ia sudah tidak asing lagi di telinga kita bahkan seringkali menjadi tema pembicaraan sehari-hari, di kantor, di pasar, di rumah, di tempat kerja lainnya, dan (astagfirallahal’adhim) kini ia bahkan
sudah menjadi acara trend di media TV dan menjadi acara yang sangat
digemari. Dengan atau tanpa disadari, seringkali kita terperangkap didalamnya. Awalnya mungkin hanya sekilas mendengar, lalu menyimak, dan akhirnya ‘urun rembug’. “Seru” memang ketika bergossip ria, tapi apakah kita sadar sebagian besar dari gossip itu adalah prasangka, dan kemungkinan besar orang yang menjadi objek gossip itu akan sakit hati bila mengetahui dirinya menjadi objek gossip atau bahkan bisa jadi menimbulkan fitnah, bukankah kita pun tidak akan rela, jika, jika suatu saat, justru kitalah yang menjadi objek gossip..?

Allah SWT berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (At Taubah : 12)

Ayat di atas memberikan arahan kepada segenap umat manusia, bahwa yang namanya prasangka itu adalah perbuatan dosa, dan bukanlah merupakan pertanda perilaku orang yang beriman. Untuk itu sepatutnya bagi orang-orang yang beriman menjauhkan dirinya dari yang namanya prasangka.

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Jauhilah oleh kalian berprasangka, karena berprasangka merupakan seburuk-buruk pembicaraan, serta janganlah kalian meraba- meraba dan mencari-cari kesalahan orang lain. Janganlah kalian saling berdebat, saling hasut-menghasut, saling benci-membenci dan saling belakang – membelakangi, tetapi jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan kepada kalian. Orang Islam adalah saudara bagi orang Islam yang lain, tidak boleh saling menganiaya, membiarkan, mendustakan, dan saling menghina. Takwa itu disini dan (sambil) beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dikatakan orang jahat (buruk perangai) apabila dia menghina saudaranya yang Islam. Setiap orang Islam terhadap orang Islam yang lain adalah haram darahnya, kehormatannya, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak memandang tubuh, rupa, dan amal – amal perbuatanmu, tetapi Allah memandang kepada hatimu.” (HR.Bukhari & Muslim)

Pada hadits yang lain, dari Ibnu Mas’ud ra, bahwasanya ada seseorang yang dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan bahwa si Fulan itu jenggotnya masih meneteskan minuman keras, kemudian Ibnu Mas’ud berkata : “Sesungguhnya kami telah dilarang untuk mencari-cari kasalahan, tetapi kalau kami benar-benar mengetahui adanya suatu penyelewengan, maka kami pasti akan menghukumnya.” (HR. Abu Dawud)

Dan pada surat Al Hujurat : 11, Allah berfirman : “Hai Orang – orang yang beriman, janganlah satu kaum mengolok- olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan janganlah pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita- wanita (yang dolok-olokkan), lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan), dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu pangil memanggil dengan gelar – gelar yang buruk. Seburuk – buruk panggilan ialah (panggilan)yang buruk sesudah iman, dan itulah orang-orang yang zalim.”

Beberapa keterangan di atas menyebutkan, bahwa setiap perbuatan yang menyinggung atau bahkan menyakitkan bila si objek mendengarkan apa yang dibicakanya adalah dosa, atau bahkan dapat dikatakan suatu perbuatan zalim. Untuk itu jauhilah prangka, karena kebanyakan sebagian dariprasangka itu adalah perbuatan dosa.

Dalam kehidupan sehari-hari, prasangka sering dipahami sebagai pendapat atau anggapan kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui (menyaksikan dan menyelidiki) sendiri. Dalam istilah agama, prasangka maknanya dapat dipersamakan dengan kata al-dzon. Kata ini tidak selalu berkonotasi negatif, tetapi dapat bermakna positif. Prasangka yang baik biasa disebut husnudzdzon dan prasangka yang buruk disebut su’udzdzon.

Orang Islam tidak dibenarkan meyakini dan mempercayai sesuatu yang didasarkan pada prasangka. Kenapa demikian? Karena hal itu tidak dapat membawanya mencapai kebenaran. Sebagaimana firman Allah: ”Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali prasangka saja. Sesungguhnya prasangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 36).

Sehubungan dengan keterangan di atas bahwa prasangka itu ada yang positif, dan ada juga yang negatif, maka berhati-hatilah dalam berprasangka. Muslim diperintahkan berprasangka baik kepada Allah dan semua yang diberikan-Nya. Hanya orang munafik dan musyrik yang berprasangka buruk kepada Allah. ”Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk kepada Allah. Mereka akan mendapat giliran kebinasaan yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahanam.” (QS. Al-Fath: 6).

Mudah-mudahan kita selalu berprasangka baik kepada Allah. Menjadikan pola pikiran dan hati menjadi baik agar hidup menjadi tenang dan tentram. Selalu berdoa kepada Allah di setiap tempat dan waktu, dan senantiasa bertaqwa kepadaNya di setiap keadaan. Baik keadaan hati, maupun fisik yang ada pada diri kita..

Wallahu’alam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar