Tersebutlah seorang putri raja dari cina yang sangat cerdas. Dia
menjadi sombong dengan kecerdasannya itu. Ketika usia telah cukup untuk
menikah sang raja bermaksud untuk mengadakan sayembara, sang putri tidak
keberatan namun dia mengajukan syarat bagi mereka yang ingin
menikahinya.. Setiap laki laki yang ingin mempersuntingnya harus mampu
menjawab 3 pertanyaan yang dia ajukan. Bagi yang tidak mampu menjawab
maka tiang gantungan telah menanti sebagai hukuman.
Demikianlah, puluhan pemuda mengakhiri hidup mereka ditiang gantungan
tersebut karena tak mampu menjawab pertanyaan sang putri. Raja menjadi
sangat khawatir dengan kondisi putrinya yang
semakin menikmati
permainannya, juga khawatir dengan usianya yang semakin bertambah namun
tidak ada tanda tanda bahwa dia akan mengakhiri permainan gilanya itu
serta khawatir semua pemuda terbaiknya mati sia-sia ditiang gantungan.
Suatu hari datanglah seorang pemuda pengembara dari tanah Bharata,
dia mendengar cerita tentang sang putri dan berniat untuk mengakhiri
permainannya. Dia mendaftar untuk bertanding dengan sang putri.
Mendengar hal ini sang raja jadi gelisah karena pasti pemuda pengembara
ini hidupnya akan berakhir pula ditiang gantungan. Dia menasehati sang
pemuda agar mengurungkan niatnya untuk mengikuti pertandingan namun
ditampik oleh sang pemuda yang telah bulat tekadnya untuk menghentikan
kecongkakan sang putri.
Tibalah hari yang telah ditentukan, sang pemuda dan para penonton
telah hadir dipendopo istana bersiap untuk mengikuti acara yang sangat
menegangkan itu, namun sang pemuda tidak kelihatan tegang bahkan
sebaliknya, dia duduk tegak bersila dengan tenangnya sambil terus
menebar senyum. Sang raja dan para juri yang terdiri dari para pendeta
dan penasehat istana telah duduk di masing masing tempat yang tersedia
dengan harap-harap cemas. Tak berapa lama berselang datanglah sang putri
berjalan ketengah-tengah pendopo dengan keangkuhan tersirat yang
disebabkan oleh kecerdasannya. Duduk dengan kaki terlipat diatas kursi
dan senyum sinis menghiasi wajah yang seharusnya sangat cantik itu dia
melirik kearah sang pemuda.
Sayembara segera dimulai. Tampak sang putri berbisik ditelinga
penterjemah yang segera berkata, Wahai pemuda yang berani datang
menantang sang putri, apakah engkau tidak takut digantung? Apakah engkau
tidak sayang akan nyawamu berakhir sia-sia ditiang gantungan? Apakah
engkau tidak sayang akan ketampananmu serta masa depanmu? Pulanglah
sebelum terlambat. Demikian kata penterjemah menyampaikan apa yang
dibisikkan oleh sang putri, tampak sangat jelas dia memandang rendah
sang pemuda. Walau kelihatan seperti menyayangkan keikut sertaan sang
pemuda namun dari kata-katanya jelas tersirat bahwa sang putri sangat
senang akan ada lagi korban yang jatuh dan dia tidak ingin sang pemuda
mundur dari pendopo.
Sang pemuda hanya tersenyum sambil mempersilakan sang putri untuk
menyampaikan pertanyaannya karena dia sudah tidak sabar lagi untuk
menjawab.
Sang penterjemah membacakan pertanyaan pertama sang putri yang
berbunyi, Siapakah bapak yang mampu memperlakukan semua secara adil?
Pemuda itu dengan suara tenang menjawab, Dia adalah Matahari.
Para juri terperangah karena untuk pertama kalinya ada orang yang
mampu menjawab dengan tepat dengan santainya. Biasanya para pemuda
terdahulu kalah pada pertanyaan pertama.
Pertanyaan kedua, Siapakah ibu yang memakan anaknya setelah sang anak dilahirkannya?
Kembali sang pemuda dengan tenangnya mengawab, Dia adalah laut.
Kini giliran sang putri yang keluar keringat dingin karena dua
pertanyaannya dijawab dengan mudahnya. Dia berpikir sejenak sebelum
mengajukan pertanyaannya yang ketiga. Setelah berpikir keras dia
tersenyum karena merasa mendapatkan satu pertanyaan yang mustahil
dijawab oleh siapapun, bahkan oleh para pendeta terpelajar sekalipun.
Pertanyaan ketiga adalah, Pohon apakah yang setiap daunnya memiliki dua warna, hitam dan putih?
Melihat sang putri tersenyum bahagia karena merasa yakin
pertanyaannya tidak bakalan bisa dijawab, sang pemuda sengaja berlagak
seperti orang yang sedang berpikir keras mencari jawaban, membiarkan
sang putri menikmati angannya yang akan berakhir sebentar lagi. Hal ini
ternyata membuat para hadirin dan juga sang raja menjadi sangat cemas,
padahal tadi telah muncul harapan bahwa sang pemuda akan memenangkan
sayembara ini. Setiap jawaban disambut tengan tepuk tangan yang sangat
meriah. Namun berbeda dengan sekarang, suasana jadi sangat hening
mencekam, setiap hati melantunkan doa kemenangan buat sang pemuda
sehingga tidak akan ada lagi korban berjatuhan. Namun sang pemuda tidak
segera menjawab, bahkan dia kelihatan berpikir semakin keras. Sengaja
dia lakukan untuk memberikan kesempatan kepada sang putri menikmati
angan kemenangannya lebih lama..
Sang putri yang merasa pasti menang menebar senyum bangga kearah
hadirin namun ketika dia berpaling kearah sang pemuda senyum itu berubah
menjadi sinis. Dia sangat senang atas hal ini dan berkata, Wahai anak
muda, sampai kapan engkau akan membisu seperti itu, akuilah bahwa engkau
tidak menemukan jawabannya, orang-orang hebat seperti para pendeta yang
telah renta karena ilmupun tidak tahu jawabannya apalagi anak kemarin
sore sepertimu, oleh karena itu menyerahlah dan bersiaplah untuk menuju
tiang gantungan, algojo telah tidak sabar menanti untuk memasang tali
dilehermu, kasihan mereka terlalu lama menunggu sesuatu untuk
dikerjakan, pekerjaan mereka hanya datang sesekali.
Dengan tatapan tenang kearah sang putri sembari tersenyum, sang
pemuda berkata, Tuan Putri, jawaban hamba atas pertanyaan Tuan Putri
yang ke tiga adalah “Tahun”.
Gemuruh sorak sorai para hadirin karena akhirnya pertanyaan terakhir
sang Putri terjawab juga walau mereka belum yakin jawaban itu benar,
namun paling tidak mereka telah melihat guratan senyum disudut bibir
para juri pertanda jawaban tersebut benar adanya.
Sementara dilain pihak, wajah sang Putri tiba tiba menjadi merah
padam, marah dan kecewa setelah mendengar jawaban gamblang dari sang
pemuda. Dia tidak habis pikir bagaimana si pemuda bisa tahu jawaban itu,
sementara dia kelihatan berpikir keras dari tadi tapi ternyata dia
dengan tenangnya dapat menjawab, sang Putri jadi curiga mungkin
jawabannya itu hanya tebakan. Kemudian dia bertanya, Kenapa jawabanmu
Tahun, jelaskan!
Bagai sebatang pohon yang terus bertumbuh, tahun juga terus berjalan
tanpa dapat dihentikan, daunnya adalah siang yang putih dan malam yang
hitam. Demikian jawaban sang pemuda pengembara. Sekali lagi hadirin
bersorak riang gembira. Namun berbeda dengan sang Putri yang takabur
itu, dia berteriak tidak terima kalah dan tidak mau menikah sembari
ingin mengajukan pertanyaan lagi akan tetapi permohonannya ditolak sang
Raja yang mengatakan bahwa jika Putri tidak mau mengaku kalah dan tidak
mau menikah dengan sang pemuda maka dia harus mendapat hukuman yang sama
seperti para pemuda yang kalah sebelumnya, hukuman gantung.
Akhirnya sang Putri mengaku kalah walau dengan terpaksa dan kemudian
dipersunting oleh si pemuda dan diboyong kenegaranya yaitu Bharatawarsa.
Makna dari dunia itu sendiri adalah kehidupan karna tanpa hidup kita
ga akan pernah tau dunia itu seperti apa,,,,tidak selamanya apa yang
kita anggap benar itu ..tidak salah juga di mata kehidupan dalam bingkai
dunia..
***
Dari Sahabat di Kaskus.us...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar