Kamis, 19 April 2012

KEUTAMAAN MEMBACA AL QUR’AN DENGAN BAIK DAN BENAR, SERTA MENGHAFALNYA

Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah yang paling utama dan dicintai Allah. Dalam hal ini para ulama sepakat, bahwa hukum membaca Al-Qur’an adalah wajib ‘ain. Maknanya, setiap individu yang mengaku dirinya muslim harus mampu baca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Kalau tidak, maka ia berdosa.

Karena bagaimana mungkin kita mengamalkan al-Qur’an tanpa mau membaca dan memahaminya. Beriman terhadap Al-Qur’an bukan sekedar percaya saja, namun mesti dibuktikan dengan implementasi yang nyata sebagai tuntutan dari iman tersebut yaitu membaca, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sungguh banyak keutamaan dan keuntungan yang diperoleh bagi orang yang membaca al Qur’an. Diantara keutamaan dan keuntungan orang yang membaca al-Qur’an yaitu;

Orang yang pandai (mahir, lancar dan benar) membaca Al-Qur’an akan disediakan tempat yang paling istimewa di surga bersama para malaikat yang suci. Sedangkan orang yang membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala yaitu pahala mau belajar dan kesungguhan membaca, sesuai dengan sabda Rasulullah saw, ”Orang yang pandai membaca Al-Qur’an akan ditempatkan bersama kelompok para Malaikat yang mulia dan terpuji. Adapun orang yang terbata-bata dan sulit membacanya akan mendapat dua pahala.” (H.R Bukhari & Muslim).

KENAPA QUR’AN HARUS DIPELAJARI SECARA TALAQI?

Seperti yang diketahui, pada prinsipnya Al-Qur’an bukanlah “tulisan” (rasm), tetapi “bacaan” (qira’ah), dalam arti ucapan dan sebutan. Baik proses turun-(pewahyuan)-nya maupun penyampaian, pengajaran dan periwayatan-(transmisi)-nya dilakukan melalui lisan dan hafalan, bukan tulisan. Karena itu, dari dahulu yang dimaksud dengan “membaca” Al-Qur’an adalah membaca dari ingatan (qara’a ‘an zhahri qalbin). Sedangkan tulisan berfungsi sebagai penunjang semata. Sebab sumber semua tulisan itu sendiri adalah hafalan, atau apa yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari’ (baca: M.M. Al-A’zami).

Selain itu, sebagaimana diketahui, karakter huruf arab sangat jauh berbeda dengan huruf latin. Malah kalau boleh dibilang, semua huruf arab itu tidak ada padanannya dalam huruf latin.

Tidak ada orang yang bisa menyebutkan huruf "syin" seperti dalam kata "Syajarah", kecuali dia belajar dulu membunyikannya di depan seorang yang ahli membaca Al-Quran. Sebab huruf 'syin' itu punya karakter, sifat dan cara membunyikan yang spesifik, unik dan tidak ada padananya dalam bahasa lain.

Demikian juga tidak ada orang yang bisa menyebutkan huruf 'ain seperti dalam kata 'ibadah. Huruf 'ain itu tidak bisa diwakili oleh koma, atau apostrop atau apapun. Karena huruf 'ain itu punya karakter, sifat dan cara melafazkan yang teramat unik. Hanya orang yang belajar Al-Quran dengan talaqqi saja yang bisa melafazkan dengan benar.

Karena itulah, Al-Quran tidak pernah diajarkan lewat tulisan dan huruf. Al-Quran diajarkan lewat mendengarkan dan mengucapkan/mengulang apa yang didengarkan, untuk mengetahui, apakah sudah benar pengucapan kalimat yang ada dalam Al Quran.

Berikut ada sebuah cerita dan latar belakang kenapa Al Qur’an harus dipelajari dan dibaca secara benar.

Nabi Muhammad SAW, lahir dan dibesarkan di tengah kabilah bangsa Arab yang dikenal sangat menjunjung sastra dan kefasihan, kabilah quraisy. Tak seorang mukmin pun meragukan kecakapan tutur kata dan kefasihan Rasulullah SAW. Kejadian ini terjadi pada saat Rasulullah SAW menerima wahyu al-Qur’an yang disampaikan melalui Jibril as, Rasul SAW sebagai seorang yang ummi (tidak mengenal tulisan dan tidak bisa membaca) memiliki semangat belajar yang tinggi. Saat menerima wahyu, Rasul menggerak-gerakkan lidah, pertanda ingin segera mampu menghafal dan menguasai cara baca al-Qur’an. Kejadian inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat 16 sampai 18 surat al-Qiyamah. Sebagai satu teguran bagi Rasulullah SAW dan merupakan etika serta metode mempelajari cara membaca Al-Qur’an.

لاتحرك به لسانك لتعجل به ان علينا جمعه وقرءانه فاذا قرأنه فاتبع قرءا

16. Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran Karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya [Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.].

17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.

18. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.

Subhanallah.., betapa bacaan al-Qur’an telah dikhususkan oleh Allah,, sehingga cara bacanya pun tidak dapat disamakan dengan bacaan bahasa Arab pada umumnya. Sedangkan Muhammad bin Abdillah adalah putra Arab yang sangat fasih dalam berbicara.

Pada ayat ke-18 Allah swt, menegaskan suatu metode pembelajaran yang kemudian terwarisi turun temurun oleh para sahabat, tabi’in, tabi’ittabi’in hingga zaman ini. Metode inilah yang dikenal dengan sebutan talaqqi. Kalau saja seorang yang fasih berbahasa Arab harus ditalaqqi bacaan al-Qur’an, maka tidak ada alasan yang membenarkan seorang mukmin mempelajari bacaan al-Qur’an secara otodidak tanpa seorang pembimbing yang dapat mempertanggung jawabkan kebenaran apa yang diajarkan.

Dari ulasan ini timbul suatu pertanyaan, seperti apakah cara baca yang harus diikuti oleh Rasulullah SAW dalam membaca Al-Qur’an?

Allah mempertegas cara baca Al-Qur’an yang diperintahkan kepada Rasul-Nya dalam surat al-Furqon : 32 yang artinya

32. Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah [Maksudnya: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi Kuat dan tetap ] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Pada ayat tersebut Allah-lah yang membacakan al-Qur’an dengan tartil, sehingga para ulama menegaskan “bahwa tartil merupakan sifat atau cara Allah berbicara dalam Al-Qur’an, maka barang siapa yang tidak mentartilkan bacaan Al-Qur’an sesungguhnya dia telah menafikan salah satu sifat berbicara Allah”

Bacaan tartil inilah yang diperintahkan Allah kepada Rasulullah dan semua pengikutnya dalam Tilawah al-Qur’an. Allah menegaskan dalam surah Al Muzzammil : 4

ورتل القرءان ترتيلا

4. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.

Makna ayat ini pernah didiskusikan oleh para sahabat, dan Ali bin Abi thalib menjawab berdasarkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah : bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah membaguskan cara mengucapkan huruf dan mengetahui tempat berhenti (pemenggalan kata/waqof). Hal ini dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam mengucapkan huruf atau memenggal kata dapat berakibat pada rusaknya susunan Al-Qur’an atau merubah makna yang diinginkan Allah swt.

Ibnu mas’ud, seorang sahabat yang bacaannya dikenal sangat mirip dengan bacaan Rasulullah, suatu hari pernah mendengarkan bacaan seorang pemuda yang sedang beliau bimbing membaca al-Qur’an. Ketika sampai pada ayat :

انما الصدقات للفقراء والمساكين

Pemuda tersebut memendekkan mad pada kata fuqoroo’ , maka dengan segera Ibnu Mas’ud menghentikan bacaannya seraya berkata : “Rasulullah tidak membacakan ayat ini seperti ini kepadaku.” Lalu pemuda itupun bertanya tentang bacaan Rasulullah pada ayat tersebut. Ibnu Mas’ud mengulang kalimat tersebut dengan memanjangkan mad. Ibnu Mas’ud tak sedikit pun menjawab dengan teori tajwid yang kita kenal sekarang ini. Tidak lain hal ini merupakan suatu penegasan bahwa al-Qur’an harus dipelajari dengan TALAQQI. Sebuah metode yang pada kenyataannya mulai terlupakan di jaman ini. Astaghfirullah…

Demikianlah dituntut, mengapa kita wajib mempelajari Qur’an secara Talaqqi, semata-mata agar ayat-ayat yang kita ucapkan, sama sesuai dengan yang Rasulullah SAW ajarkan / beliau terima dari Jibril AS. Dan bagaimana kita bisa mengetahui apakah apa yang kita ucapkan sama seperti dengan yang Rasulullah SAW ajarkan, yaitu dengan bimbingan seorang guru Qur’an (Qari’) yang memiliki kompetensi untuk itu.

MENGAPA HARUS MENGHAPAL AL QUR’AN

Hafalan bukanlah metode belajar yang berdiri sendiri. Ia bagian dari satu rangkaian/proses menuntut ilmu yang secara langsung diajarkan oleh Rasulullah saw kepada para sahabat beliau. Jika kita telusuri lebih jauh, perintah baginda Rasul saw untuk menghafalkan Al-Qur’an kala itu bukan hanya karena kemuliaan, keagungan dan kedalaman kandungannya, akan tetapi juga untuk menjaga otentisitas Al-Qur’an itu sendiri.

Demikian juga dengan hafalan Al-Hadith, sangat berperan dalam menjaga otentisitas dan keberlangsungan Hadith-hadith Nabi saw. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim misalnya, dua Muhaddith yang sejak kecil berkunjung ke berbagai tempat dan negara hanya untuk menemui dan belajar langsung kepada para ulama yang hafal dan memahami Hadith-hadith Rasul saw dengan sangat baik. Pentingnya hafalan Hadith ini telah Rasulullah saw isyaratkan dalam sebuah sabda beliau: “Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengar dari kami Hadits lalu dia menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari sahabat Zaid bin Tsabit r.a.).

Disamping berkaitan dengan otentisitas, hafalan juga berkaitan dengan pemahaman dan pengamalan. Sebagai utusan Allah swt, baginda Rasul saw, penerima wahyu (Al-Qur'an), memiliki kemampuan menangkap, memahami, dan menafsirkan firman Allah swt dengan sangat baik. Jadi, seperti apa dan bagaimana kandungan Al-Qur’an dijelaskan dan dilakukan langsung oleh beliau (QS. al-Nahl: 44).

Hafalan Hadith pun demikian, diikuti pemahaman. Para ulama, dalam menghafal satu Hadith misalnya, diperoleh dari ulama yang otoritatif, bukan sekedar dari membaca buku yang diproduksi secara luas tanpa bimbingan orang-orang yang ahli (Muhaddith). Al-Muhaddith Imam Bukhari misalnya, berkunjung ke berbagai negara untuk bertemu langsung dengan banyak ulama dalam rangka menghafal Hadith dan memahami isinya. Guru-guru beliau banyak sekali, di antara yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa dan Abu Al Mughirah.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap hafalan Hadith, harus ada proses pemahaman ilmu dari sang ulama kepada sang murid. Oleh karenanya, umat Islam masa klasik tidak pernah diresahkan oleh Hadits-hadits atau ayat-ayat yang bertebaran secara sepotong-potong di tengah umat. Ayat-ayat dan Hadits selalu dipelajari dalam konteks, tidak sekedar dihafalkan tanpa penjelasan yang memadai.

Sebagai sumber utama umat Islam, hafalan Al-Qur’an dan Al-Hadith memberi andil sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam.

Melihat peran sentral tersebut, maka tidak heran jika para ulama memandang bahwa hafalan Al-Qur’an adalah satu keniscayaan. Bahkan ada yang sampai menyatakannya sebagai prasyarat bagi siapapun yang ingin mendalami ilmu-ilmu Keislaman secara luas. Sebab bagi mereka, menuntut ilmu itu ada tahap-tahapnya. Dan tahap yang paling atas dan utama adalah menghafal Al-Qur’an, terang Abu Umar bin Abdil Barr. Al-Hafizh An-Nawawi juga menegaskan: “Yang pertama kali dimulai adalah menghafal Al-Qur’an yang mulia, dimana itu adalah ilmu yang terpenting diantara ilmu-ilmu yang ada. Adalah para salaf dahulu tidak mengajarkan ilmu-ilmu Hadits dan Fiqh kecuali kepada orang yang telah menghafal Al-Qur’an (An-Nubadz fii Adabi Thalabil ‘Ilmi, p. 60-61).

Apa keutamaan menghafal al-Qur’an itu?

Banyak hadits dari Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk menghafal Al-Qur’an, agar diri orang muslim tidak lepas dari kitab Allah, seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu’:

إن الذي ليس في جوفه شيء من القرأن كالبيت الخرب

“Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada sedikit pun dari al-Qur’an, maka ia seperti rumah yang roboh.” (diriwayatkan At-Tirmidzy).

Rasulullah SAW menghormati orang-orang yang menghafal Al-Qur’an dan mengajarkannya, menempatkan mereka pada kedudukan tersendiri dan melebihkan mereka dari pada yang lainnya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Rasulullah SAW mengirim beberapa orang utusan yang jumlahnya cukup banyak. Lalu beliau mengecek mereka satu persatu, tentang hafalan al-Qur’annya.

Beliau tiba pada salah seorang di antara mereka yang paling muda usianya. Beliau bertanya, “Apa yang engkau hafal wahai fulan?”

Orang itu menjawab, “Aku hafal ini dan itu serta surat Al-Baqarah.”

Beliau bertanya, “Apakah engkau hafal surat Al-Baqarah?”

“Benar”, jawabnya.

Beliau bersabda, “pergilah dan engkau adalah pemimpin rombongan.”

Seseorang yang lebih terpandang di antara mereka berkata, “Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk menghafal surat Al-Baqarah melainkan karena aku takut tidak mampu melaksanakan isinya.”

Lalu beliau bersabda, “pelajarilah Al-Qur’an dan bacalah ia. Sesungguhnya perumpamaan Al-Qur’an bagi orang yang mempelajarinya lalu dia membacakannya, seperti kantong kulit yang diisi minyak kesturi, yang aromanya menyebar ke segala penjuru. Siapa yang mempelajarinya lalu dia tidur, seperti kantong kulit yang diikatkan kepada minyak kesturi.”

Jika demikian ini perlakuan beliau terhadap seseorang ketika masih hidup, maka setelah meninggal, jasadnya didahulukan pengurusannya oleh beliau, seperti perlakuan terhadap para syuhada’ perang uhud.

Beliau biasa megutus para Qori’ di antara para sahabat, untuk mengajarkan kewajiban-kewajiban Islam dan adab-adabnya, karena mereka hafal kitab Allah dan lebih mampu melaksanakan tugas ini. Di antara mereka itu adalah tujuh puluh orang yang mati syahid di perang Bi’r Ma’unah yang terkenal dalam tarikh, karena pengkhianatan orang-orang musyrik.

Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Orang yang membaca Al-Qur’an datang pada hari kiamat, lalu Al-Qur’an berkata, ‘ya rabbi berilah dia pakaian’. Maka dia diberi mahkota kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an berkata lagi, ‘ya rabbi tambahilah’. Maka dia diberi pakaian kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an berkata lagi, ‘ya rabbi ridhailah dia’. Maka Allah ridha padanya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘bacalah dan tingkatkanlah’. Dan dia ditambahi satu kebaikan dari setiap ayat.” (Diriwayatkan At-Tirmidzy)

KEUTAMAAN DI DUNIA

Berikut beberapa keutamaan penghapal Al Quran berdasarkan ayat qur’an dan hadits-hadits shohih yang kami ketahui.

1. Hifzhul Qur’an Merupakan Nikmat Rabbani Yang Datang Dari Allah

Bahkan Allah membolehkan seseorang memiliki rasa iri terhadap para ahlul Qur’an.

“Tidak boleh seseorang berkeinginan kecuali dalam dua perkara, menginginkan seseorang yang diajarkan oleh Allah kepadanya Al Quran kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, sehingga tetangganya mendengar bacaannya, kemudian ia berkata, ‘Andaikan aku diberi sebagaimana si fulan diberi, sehingga aku dapat berbuat sebagaimana si fulan berbuat.’” (Riwayat Bukhari)

2. Al Quran Menjanjikan Kebaikan, Berkah, Dan Kenikmatan Bagi Penghafalnya

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Quran dan mengajarkannya.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, orang yang terbaik di dunia ini bukanlah orang yang punya memiliki harta yang melimpah, jabatan maupun pangkat yang tinggi. Namun, disisi Allah Swt orang terbaik itu adalah orang yang mau belajar al-Qur’an dan mengajarkan kepada orang lain.

3. Seorang Hafizh Al Quran Adalah Orang Yang Mendapatkan Tasyrif Nabawi (Penghargaan Khusus Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam)

Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat penghafal Al Quran adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Quran. Rasul mendahulukan pemakamannya. “Nabi mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, ‘Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Quran, ketika ditunjuk kepada salah satunya maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat.’” (Riwayat Bukhari)

4. Hifzhul Qur’an Merupakan Ciri Orang Yang Diberi Ilmu

“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim.” (al-Ankabut : 49)

5. Hafizh Qur’an Adalah Keluarga Allah Yang Berada Di atas Bumi

“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia.” para sahabat bertanya, ‘Siapakah mereka ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Para ahli Al Quran. Mereka lah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.”‘ (Riwayat Ahmad)

6. Menghormati Seorang Hafizh Al Quran Berarti Mengagungkan Allah

“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua yang muslim, penghafal Al Quran yang tidak melampaui batas (di dalam mengamalkan dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan mengamalkannya) dan penguasa yang adil.”(Riwayat Abu Daud)

7. Mengangkat Kejayaan (meninggikan) Umat Islam.

Kejayaan suatu umat Islam itu dengan membaca al-Qur’an dan mengamalkannya. Namun sebaliknya, musibah yang menimpa umat ini disebabkan karena sikap acuh tak acuh kepada al-Qur’an dan meninggalkannya. Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya Allah Swt meninggikan (derajat) ummat manusia ini dengan Al-Qur’an dan membinasakannya pula dengan Al-Qur’an” (H.R Muslim). Inilah rahasia mengapa generasi awal umat Islam (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’itabi’in) menjadi generasi terbaik umat ini sebagaimana dinyatakan oleh Rasul saw. Mengapa demikian?

Jawabannya adalah karena mereka mengamalkan al-Qur’an dan sunnah Rasul saw. Maka Islampun berjaya pada masa-masa mereka, sehingga tersebar keseluruh penjuru dunia. Namun, setelah generasi tersebut sampai saat ini umat Islam meninggalkan al-Qur’an sehingga umat Islam menjadi lemah dan hina karena dijajah oleh orang kafir, bahkan dizalimi dan dibunuh seenaknya oleh orang kafir akibat meninggalkan al-Qur’an.

8. Memberikan ketenangan kepada yang membacanya.

Orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan sakinah, rahmah, doa malaikat dan pujian dari Allah. Nabi saw bersabda: ”Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah (al-Qur’an) dan mempelajarinya, melainkan ketenangan jiwa bagi mereka, mereka diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah menyebut nama-nama mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisi-Nya.” (H.R Muslim).

Memang, membaca dan mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an menentramkan hati kita sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt, ““...Ingatlah, hanya dengan zikir (mengingat) Allah hati menjadi tenang”. (Q.S Ar-Ra’d: 28). Al-Qur’an merupakan zikir yang paling afdhal (utama). Oleh karena itu, ketenangan tidaklah diperoleh dengan harta yang banyak, pangkat dan jabatan, namun diperoleh dengan sejauh mana interaksi kita dengan al-Qur’an.

KEUTAMAAN DI AKHIRAT

1. Al Quran Akan Menjadi Penolong (syafa’at) Bagi Penghafalnya.

Dari Abi Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bacalah olehmu Al Quran, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).” (Riwayat Muslim).

Tentunya tidak hanya sekedar membaca, juga mengamalkannya. Namun demikian, tanpa membaca al-Qur’an maka tidak mungkin kita mengamalkannya. Selain Rasulllah saw, tidak seorangpun yang mampu memberikan pertolongan kepada seseorang pada hari hisab, kecuali al-Qur’an yang dibaca selama ia hidup di dunia.

2. Hifzhul Qur’an Akan Meninggikan Derajat Manusia Di Surga.

Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Akan dikatakan kepada shahib Al Quran, ‘Bacalah dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Quran di dunia, sesungguhnya kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (Riwayat Abu Daud dan Turmudzi)

3. Para Penghafal Al Quran Bersama Para Malaikat Yang Mulia Dan Taat.

“Dan perumpamaan orang yang membaca Al Quran sedangkan ia hafal ayat-ayatnya bersama para malaikat yang mulia dan taat.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Bagi Para Penghafal Kehormatan Berupa Tajul Karamah (Mahkota Kemuliaan).

“Mereka akan dipanggil, ‘Dimana orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?’ Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan dengan tangan kirinya.” (Riwayat at-Tabrani)

5. Kedua Orang Tua Penghafal Al Quran Mendapat Kemuliaan

“Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran.’” (Riwayat al-Hakim)

6. Penghafal Al Quran Adalah Orang Yang Paling Banyak Mendapatkan Pahala Dari Al Quran

Untuk sampai tingkat hafal terus-menerus tanpa ada yang lupa, seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai menghafal. Dan begitulah sepanjang hayatnya, sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya. “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu hasanah, dan hasanah itu akan dilipat gandakan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif itu satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (Riwayat at-Turmudzi)

7. Penghafal Al Quran Adalah Orang Yang Akan Mendapatkan Untung Dalam Perdagangannya dan Tidak Akan Merugi.

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Faathir: 29-30)

Sumber : Pondok Ilmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar