Di era globalisasi saat ini, dimana budaya asing
dengan mudah dapat diserap dan diterapkan oleh siapapun tanpa ada dinding
penghalang antara satu negara dengan negara lainnya. Di dunia model misalnya,
dengan mudah dapat dilihat oleh siapapun. Penampilan model asing terkadang ada
yang berlawanan dengan Budaya kita, penampilan merema justru banyak yang
berlawanan dengan ketentuan syariat islam. Banyak cara yang dilakukan oleh kaum
hawa (Wanita) untuk tampil beda. Salah satunya dengan menyemir rambut. Hal ini
mereka lakukan sebagai satu kiat agar tampak lebih cantik, menurut anggapan
mereka tentunya, yang satu inipun tidak lepas dari pengaruh model dunia.
Bagaimana Islam memandang hal ini?
Menyemir rambut merupakan Budaya barat dan telah
sedemikian menggejala hingga ke wilayah belahan dunia timur. Banyak kita dapati
para ibu dan remaja putri berambut pirang, atau warna lainnya yang berbeda
dengan warna rambutnya yang asli.
Menyemir rambut dengan warna selain hitam
sebenarnya merupakan sesuatu yang lumrah dilihat dari kacamata syariat, bagi
seorang tua yang telah beruban atau mereka yang beruban sebelum waktunya. Lalu
bagaimana hukumnya bila yang melakukan hal ini selain mereka?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan asy-Syaikh
Shalih al-Fauzan, pernah ditanya tentang permasalahan ini. Fatwa keduanya yang
dinukil dari kitab Fatawa al-Mar’ah (1/520—522), terangkum dalam pembahasan
berikut (disertai beberapa tambahan).
Masalah mewarnai (menyemir) rambut itu sendiri
bisa dirinci sebagai berikut.
1. Menyemir rambut yang
telah beruban dengan menggunakan inai/pacar atau yang sejenisnya. Ini merupakan
sunnah yang diperintahkan dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan
Nasrani, karena mereka membiarkan ubannya dan tidak menyemirnya.
Rasulullah bersabda:
إِنَّ
الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ، فَخَالِفُوْهُمْ
“Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
“Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Namun tidak boleh mengecat/menyemir
uban dengan warna hitam murni karena adanya larangan dari Nabi saw. Jabir
berkata, “Didatangkan Abu Quhafah, ayah Abu Bakr ash-Shiddiq, ke hadapan Nabi saw
pada hari Fathu Makkah, dalam keadaan rambut dan jenggotnya memutih dipenuhi
uban. Melihat hal tersebut bersabda Rasulullah:
غَيِّرُوْا
هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
‘Ubahlah uban ini dan jauhilah warna hitam’.”
(Sahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Larangan menyemir dengan
warna hitam dalam hadits di atas, hukumnya umum, mencakup laki-laki ataupun
wanita. Adapun bila warna hitam tersebut dicampur dengan warna lain, atau
dengan inai, maka yang demikian ini diperbolehkan, tidak termasuk dalam
larangan.
Dengan adanya larangan
Rasulullah saw ini, maka wajib bagi seorang muslim untuk menghindari menyemir
rambutnya dengan warna hitam. Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya
dengan warna hitam seolah-olah menentang sunnatullah (ketetapan Allah swt) pada
ciptaan-Nya.
Sebagaimana dimaklumi,
rambut seseorang di masa mudanya berwarna hitam, namun kemudian memutih karena
usia atau karena hal lain. Orang yang mengalami keadaan ini berusaha menolak
ketetapan Allah swt dengan menghitamkannya kembali. Maka hal ini termasuk
mengubah ciptaan Allah swt. Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya dengan
warna hitam untuk menutupi fakta bahwa ia telah tua dan beruban, pada
kenyataannya juga tidak sepenuhnya dapat menyembunyikan keberadaan ubannya.
Karena bagaimana pun tetap akan tampak bahwa rambutnya itu hasil semiran dan
pangkal rambutnya akan tetap berwarna putih.
2. Selain uban hendaknya
dibiarkan sebagaimana aslinya dan tidak diubah/disemir. Kecuali jika warna
rambutnya itu dianggap jelek, maka boleh disemir dengan warna yang sesuai,
sekadar untuk menghilangkan warna yang jelek tersebut. Sedangkan rambut lainnya
yang tidak bermasalah maka dibiarkan sebagaimana aslinya karena tidak ada
keperluan untuk mengubahnya.
Juga ditanyakan kepada
kedua syaikh tentang hukum menyemir sebagian rambut atau menyemir beberapa
bagian rambut wanita dengan warna yang berbeda dari warna aslinya, baik itu
dengan warna putih, merah, maupun pirang keemasan, sehingga sebagian rambutnya
berwarna asli dan pada bagian yang lain terwarnai.
Keduanya menyatakan,
dikhawatirkan hal itu menyerupai wanita kafir jika model demikian bersumber
dari mereka, sementara ada larangan untuk menyerupai mereka. Rasulullah saw.
telah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 204, “Isnadnya sahih.”)
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 204, “Isnadnya sahih.”)
Asy-Syaikh al-Albani
menyatakan wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita, untuk memperhatikan
perkara tasyabbuh ini dalam seluruh keadaan mereka, khususnya dalam penampilan
dan pakaian mereka….” (Jilbab al-Mar’ah, hlm. 206)
Tentunya masalah penataan dan model rambut juga
termasuk dalam ketentuan di atas.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar